Dalam pengendalian tikus diperlukan strategi yang dapat memadukan semua teknik pengendalian yang kompatibel menjadi satu kesatuan program, sehingga populasi hama tikus selalu berada pada tingkat yang tidak menimbulkan kerugian ekonomi, menghasilkan keuntungan optimal bagi produsen serta aman bagi produsen, konsumen dan lingkungan. Mengingat kerugian hasil panen padi yang disebabkan oleh adanya serangan hama tikus setiap musim tanam atau setiap tahunnya cukup tinggi, maka perhatian terhadap upaya pengendalian hama tikus tersebut dapat lebih ditingkatkan lagi. Untuk itu, diperlukan langkah-langkah gerakan pengendalian hama tikus sebagai berikut : (1) Pembentukan dan pengorganisasian kelompok gerakan pengendalian hama tikus terpadu di tingkat lapangan/desa. Demikian halnya di tingkat Kecamatan, Kabupaten, Propinsi hingga ke tingkat Pusat. (2) Perencanaan yang sistematis dan terkoordinasi, dengan melibatkan semua unsur terkait dan aparat pemerintah dalam melaksanakan gerakan pengendalian sesuai dengan hasil peramalan serangan hama tikus serta situasi dan kondisi lapangan sejak pra tanam hingga panen. (3) Gagasan pengendalian hama tikus harus muncul dari petani sendiri sehingga petani mempunyai kepentingan dan tanggungjawab yang sama dalam hal pengendalian tikus. (4) Koordinasi antar kelompok gerakan pengendalian hama tikus terpadu mulai dari tingkat lapangan sampai ke tingkat propinsi, mengingat perkembangan hama tikus tidak mengenal batas administrasi, tempat dan waktu. (5) Penyediaan sarana dan prasarana pengendalian hama tikus di tingkat lapangan sesuai dengan perencanaan, yang didukung oleh kesiapan petani sebagai tenaga pelaksana operasional di lapangan. (6) Pelaksanaan operasional pengendalian hama tikus di lapangan secara serempak dan berkesinambungan, kontinyu, terus menerus sesuai dengan jadwal gerakan. (7) Evaluasi hasil pelaksanaan operasional setiap gerakan pengendalian hama tikus terpadu di setiap tingkatan kelompok gerakan untuk mengidentifikasi berbagai kendala dan permasalahan yang timbul di lapangan. (8) Untuk mendukung efektivitas pelaksanaan gerakan perlu dilaksanakan Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu Hama Tikus (SLPHT- Tikus). Komponen-komponen PHT yang dapat dipadukan dalam pengendalian hama tikus antara lain : (a) Sanitasi Lingkungan,dilakukan dalam bentuk membersihkan semak-semak dan rerumputan, membongkar liang dan sarang serta tempat perlindungan lainnya. Dengan lingkungan yang bersih, tikus akan merasa kurang mendapat tempat berlindung. (b) Fisik dan Mekanis,Usaha pengendalian secara fisik maupun mekanis meliputi semua cara secara fisik langsung membunuh tikus seperti dengan pukulan, diburu dengan anjing, menggunakan perangkap tikus, penggunaan pagar plastik dan lain sebagainya. Cara pengendalian ini biasanya memberikan hasil yang memuaskan. Beberapa langkah praktis yang dapat dilakukan secara mekanis antara lain : 1) Gropyokan yang dilakukan secara massal dilengkapi dengan alat pemukul, cangkul, emposan tikus dengan cara menggali liang, mengempos asap belerang ke liang dan menggalinya. Di beberapa daerah ada yang melakukan dengan bantuan regu anjing yang telah terlatih untuk berburu tikus, senapan angin, yang dinilai cukup efektif sesuai spesifik lokasi. Kegiatan gropyokan dilakukan setelah panen hingga persemaian.
3) Perangkap bubu, dilakukan pada persemaian yang dikombinasikan dengan pagar plastik, yang diprioritaskan pada daerah endemis.
5) Tanaman perangkap menggunakan varietas padi yang genjah dengan luas berkisar 27 x 75 m2 dengan waktu tanam 20 hari lebih awal dan kemudian di pasang pagar plastik yang dikombinasikan dengan bubu perangkap. 6) Perangkap bubu linier (Linier Trap Barrier System) yang dapat dipasang pada waktu pertanaman padi mulai dari persemaian hingga panen. Teknologi ini sangat efektif digunakan untuk menangkap tikus dari arah habitat tikus yang berbatasan dengan tanaman padi sehingga menghambat migrasi tikus. Idealnya perdesa memiliki minimal 5 unit LTBS (1 unit/50 meter)
Dengan mengatur waktu tanam, jangka waktu tersedianya makanan yang disukai tikus akan terbatas dan diselingi dengan masa yang kurang menguntungkan bagi perkembangbiakan tikus. Pengaturan waktu tanam ini dilaksanakan dengan menanam dalam waktu singkat untuk wilayah yang cukup luas (tanam serentak). Diupayakan agar waktu tanam dengan selang < 10 hari dalam areal yang luas, sehingga masa generatif hampir serentak. Dengan demikian masa perkembangbiakan tikus hanya berlangsung dalam waktu yang singkat. Karena daya jelajah tikus sampai + 2 km, maka penanaman serentak hendaknya meliputi areal paling sedikit seluas + 300 ha. Mengurangi ukuran pematang di sekitar sawah, sehingga mempersulit tikus membuat liang. Pematang sebaiknya berukuran <30 cm. Bersihkan rumput-rumput, semak-semak serta tumpukan jerami, yang biasanya menjadi tempat persembunyian tikus. (d) Konservasi dan Pemanfaatan Musuh Alami Banyak dijumpai musuh alami tikus di lapangan . Namun demikian banyak pula yang kehidupannya semakin terdesak oleh ulah manusia karena masyarakat kurang mengerti tentang kegunaan musuh alami tersebut. Upaya yang diperlukan terutama menumbuhkan opini masyarakat tentang arti pentingnya kehidupan musuh alami tikus yang ada di lapangan. Salah satu contoh musuh alami yang dapat memberikan prospek yang baik adalah burung hantu (Tyto alba), karena daya membunuhnya yang tinggi dan dapat dikembangbiakan. Musuh alami lainnya adalah ular, kucing dan anjing. Khususnya ular populasinya sudah semakin sedikit akibat seringnya di bunuh oleh manusia. Oleh sebab itu usaha konservasinya perlu ditingkatkan melalui kegiatan penyuluhan baik bagi petani maupun masyarakat lainnya. (e) Penerapan Pengaturan Mengingat upaya pengendalian hama tikus yang khas maka di tingkat lapang penerapannya harus dikuatkan melalui kebijakan dari instansi terkait dalam hal ini adalah Pemda setempat. Kebijakan/regulasi yang diperlukan (dapat berupa instruksi, keputusan Perda, dsb) di bidang perlindungan tanaman seperti larangan perburuan terhadap satwa pemangsa (predator) hama tikus, pembentukan regu pengendalian, kewaspadaan terhadap timbulnya serangan dll. (f) Penggunaan Bahan kimiawi Pengendalian tikus dengan bahan kimia adalah menggunakan racun tikus (rodentisida) dan gas beracun (fumigasi). Berdasarkan cara penggunaannya rodentisida terdiri dari dua jenis yaitu rodentisida yang harus dicampurkan dengan umpan yang disenangi tikus (seperti; beras, jagung, ketela pohon dan ubi jalar) dan rodentisida siap pakai yaitu umpan yang telah mengandung racun. Penggunaan rodentisida didasarkan atas adanya aktivitas tikus yaitu dengan adanya pengamatan atas jejak tikus, kotoran tikus atau gejala serangan tikus. Berdasarkan cara kerjanya, rodentisida dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu rodentisida akut dan rodentisida kronis (anti koagulan). Rodentisida akut bekerja cepat, kematian biasanya terjadi 3-14 jam setelah peracunan. Kelemahan rodentisida akut adalah dapat menimbulkan jera umpan, sedangkan rodentisida kronis adalah racun yang daya bunuhnya lambat dan tidak menimbulkan jera umpan. Kematian terjadi beberapa hari kemudian setelah memakan umpan racun kronis tersebut. Untuk melindungi umpan dari hujan dan agar tidak termakan hewan peliharaan, gunakan tempat umpan yang diletakkan di galengan dekat dengan tempat-tempat tikus bersembunyi atau dekat dengan liang-liang tikus serta di jalan-jalan/tempat-tempat yang biasanya dilewati tikus. Jarak antara tempat umpan + 50 meter. Masing-masing tempat umpan di isi 10-15 g.
File : |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar